Sejarah suporter di tanah air diselimuti fanatisme buta. Nyawa menjadi murah dibandingkan pertandingan yang mereka saksikan. Fanatisme, mengubah kesenangan menjadi tragedi. Kebencian diekspresikan secara terbuka dan massal. Konflik antarsuporter yang terjadi saat ini, merupakah buah dari bibit kebencian yang ditanam puluhan tahun lalu. Kebencian diekspresikan dalam lagu berlirik, “dibunuh saja”. Dengan sukacita lagu itu dinyanyikan bertahun-tahun lamanya. Kebencian pun menjadi dogma. Sedikitnya 73 nyawa suporter melayang dalam kurun waktu 26 tahun. Bahkan, lembaga watchdog sepak bola indonesia, save our soccer mencatat angka yang lebih banyak, 76 jiwa. Kematian akibat pembunuhan, mencapai 48 kasus. Bonek, pendukung kesebelasan asal Surabaya, Persebaya, menjadi korban terbanyak dengan 17 kematian karena berbagai faktor.